Foto: @lila_shidiq via ig @kedirimillenial @kabar_kediri
kabarpare.com – Beberapa waktu terakhir, intensitas hujan di Pare dan sekitarnya cukup tinggi. Hampir setiap hari banyu langit turun menciumi bumi. Seolah ingin membayar kerinduan yang tak kunjung lunas. Air menggenang dimana-mana, bahkan di daerah-daerah yang tidak pernah tersentuh makhluk bernama banjir, mau tidak mau harus merasakan sentuhannya. Dan yang menjadi perhatian publik cukup besar akhir-akhir ini adalah jalan berlubang. Bahkan sampai muncul anekdot “wisata jeglogan sewu”.
Anekdot ini muncul untuk meggambarkan kondisi jalan dengan jeglongan atau lubang-lubang besar di ruas-ruas jalan. Kondisi jalan rusak seperti ini bertambah parah saat musim hujan, dan tentu saja semakin membahayakan bagi para pengguna jalan.
Di era informasi yang begitu mudah diakses dan dikabarkan, fenomena jalan berlubang lantas dengan cepat menjadi viral di medsos. Satu unggahan saja, dengan cepat dibagikan sehingga menyebar kemana-mana. Berbagai komentar pun melesat dari jari-jari netizen.
Di tengah-tengah fenonmena itu, munculah bapak-bapak dengan motor tosanya yang dengan tekun dan keikhlasan menambali jalan-jalan berlubang. Ia bernama Pak Heri Purnomo, warga Desa Langenharjo, Plemahan.
Di suatu sore yang rintik-rintik, Ngadimin berkesempatan berkunjung dan ngobrol-ngobrol di rumah Pak Heri. Ia bercerita panjang lebar mengenai kegiatan menambal jalan yang ia kerjakan. Ternyata sudah cukup lama ia melakukan kegiatan ini. Sudah sejak tahun 2000-an. Hal ini dilatarbelakangi oleh kejadian kecelakaan di dekat rumahnya yang disebabkan oleh jalan berlubang. Kejadian tersebut mngoyak hatiPak Heri, lantas ia merasa terpanggil untuk melakukan sesuatu, meskipun dengan hal kecil, yakni menambal jalan berlubang.

Dengan bekal materi dan keahlian seadanya, ia memulai menambali lubang-lubang kecil di jalanan sekitar rumahnya menggunakan tanah galian atau semen. Kegiatan ini—dengan bekal seadanya— ia lakukan selama bertahun-tahun. Hingga pada tahun 2010, ia diangkat menjadi perangkat desa bagian Kaur Pembangunan.
Saat menjabat menjadi Kaur Pembangunan inilah ia belajar banyak mengenai dunia aspal. Saat ada proyek pengaspalan, ia selalu mengamati cara mengolah bahan-bahan material aspal sampai pada teknik-teknik pengaspalan. Dari sini juga ia mendapatkan koneksi-koneksi untuk mendapatkan bahan aspal. Ia ngasak aspal sisa di bak truk yang memuat bahan untuk mengaspal dan sisa-sisa yang tercecer. Selain itu, ia juga memanfaatkan aspal bekas yang sudah tidak terpakai.
Perlahan-lahan ia mulai menerapkan teknik mengaspal dengan bahan-bahan sisa tersebut untuk menambali lubang di jalan. Akan tetapi, tentu jika hanya mengandalkan bahan sisa dan bekas tersebut tidaklah cukup. Uang pribadi pun harus keluar dari kantongnya.
Sampai akhirnya di tahun 2017, seorang temannya mengupaload kegiatan Pak Heri ini di medsos. Viral. Nama Pak Heri mulai dikenal khalayak lebih luas. Dari sini banyak masyarakat yang ingin ikut berkontribusi dalam kegiatan positif Pak Heri ini dengan cara memberikan sumbangan uang untuk membeli bahan-bahan material.
Nama Pak Heri semakin sering lalu lalang dalam lintasan medsos di Kediri. Semakin dikenal masyarakat luas. Hal ini berimplikasi pada semakin banyaknya orang yang ingin berkontribusi dengan cara menyumbang tenaga dan uang untuk menunjang kegiatan ia ini. Pak Heri pun memberikan respon balik dengan cara menyerap informasi dari medsos mengenai jalan-jalan berlubang. Masih banyak sekali orang baik di dunia ini.
Selain sumbangan dari para donator, untuk menunjang kegiatannya ini, Pak Heri juga ngamen di Car Free Day. Dengan menggunakan kostum Bumble Bee, pengunjung bisa berfoto dengan salah satu karakter dari Transformer tersebut. Tidak hanya di Pare, ia juga ngamen di Car Free Day Simpang Lima Gumul, Jombang, bahkan sampai Mojokerto. Agar tidak bosan dan dapat suasana baru, katanya.

Bapak tiga anak ini mengatakan bahwa ada kepuasan batin tersendiri saat melakukan kegiatan ini. Ia sama sekali tidak memikirkan materi dan tenaga yang dikeluarkan, apalagi yang didapatkan, ia hanya ingin agar tidak ada lagi, atau minimal mengurangi tingkat kecelakaan akibat jalan berlubang. Jalan adalah infastruktur publik yang paling penting sehingga sudah selayaknya keselamatan penggunanya juga sangat perlu diperhatikan.
Ia membedakan antara jalan rusak dengan jalan berlubang. Jalan rusak ialah jika dalam satu ruas jalan tersebut kerusakan mendominasi. Jika jalan berlubang, mungkin dalam satu ruas hanya ada satu dua lubang. Justru kondisi terakhir inilah yang sangat berbahaya. Pengendara cenderung tidak akan mengurang kecepatannya dan secara tiba-tiba di depannya ada lubang jalan, reflex yang terjadi adalah akan menghindari lubang atau menerjangnya. Dan kedua reflex tersebut sama berbahayanya,
Melalui kegiatannya ini, Pak Heri memberikan pesan bagi kita semua, bahwa dari hal-hal kecil kita bisa berkontribusi pada sesuatu yang besar, yakni kehidupan dan keselamatan. Adapun harapan dari Pak Heri juga agar pihak-pihak berwenang dalam hal ini pemerintah agar lebih sigap dan memberikan perhatian yang lebih besar mengenai jalan-jalan berlubang ini.
Pada tahun 2019, ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai perangkat desa yang waktu itu sudah diangkat menjadi Kasi Kesra. Ada kecamuk di hatinya yang hanya bisa diredam dengan cara pengunduran diri dari jabatan tersebut. Kini ia hidup dari toko di rumahya yang ia rintis sejak tahun 2000-an. “Rejeki sudah ada yang ngartur mas, ya alhamdulillah rejeki cukup buat saya. Niat hanya berbuat bagi masyarakat luas, insyallah dicukupi rejekinya,” pungkas Pak Heri.
Akhir kata, semua publikasi atas kegiatan Pak Heri oleh siapa pun atau oleh Pak Heri sendiri melalui akun Facebooknya tidak lain adalah untuk mengabarkan kebaikan. Bukankah kebaikan harus dikabarkan agar dapat menginsparasi orang-orang lain?
_____________________
*Ngadimin
Juru ketik kabarpare