Pak Ji Metal : Saksi Tren Pakaian Hype 90-an di Pare

PJM

 

Memasuki awal musim kemarau, angin malam begitu terasa menusuk-nusuk tulang. Malam itu, kami, tim Kabarpare, berkesmpatan mampir ke salah satu kios pakaian legendaris yang ada di Pare – Pak Ji Metal. Kami disambut oleh Mas Kawaja, anak dari Pak Ji yang kini meneruskan bisnis bapaknya tersebut.

Bagi generasi 90-an Pare, nama Pak Ji Metal pasti sudah tidak asing lagi, bahkan sangat akrab di telinga mereka. Kios pakaian yang menjadi “jujukan” anak muda Pare jika ingin tampil trendi kala itu. Bahkan tidak sedikit pula pelanggan yang berasal dari luar Kota Pare, seperti Badas, Pelemahan, Papar dan Plosoklaten.

Kesuksesan Pak Ji Metal dalam membangun bisnis pakaian yang akhirnya menjadi semacam kiblat mode berpakaian “gaul” anak muda saat itu ternyata memiliki sejarah yang cukup panjang dan menarik untuk disimak.

Pada tahun 70-an, sebelum terjun dalam dunia bisnis pakaian, Pak Ji Metal pernah berdagang permen kacang yang beliau produksi sendiri. Beliau berkeliling menjajakan permen kacang buatannya dengan sepeda onthel sampai wilayah Wates dan Jombang. Selain berkeliling berdagang permen kacang, beliau juga pernah menjadi tukang becak, meskipun tidak lama karena fisiknya terlampau payah untuk mengayuh becak.

Hingga pada suatu saat ada seseorang  yang menawari dan memodali untuk berjualan pakaian bekas. Dengan keyakinan penuh, akhirnya Pak Ji menerima tawaran itu dan meninggalkan profesi sebelumnya. Saat itu, sekitar medio akhir 70-an, di Pare masih ada bioskop Mustika (terletak di selatan Pasar Pamenang) yang hampir tiap malam ramai pengunjung, terlebih jika malam minggu. Sebuah hiburan rakyat yang mungkin sudah sulit kita jumpai, kecuali dalam momen-momen tertentu.

Di sekitar bioskop Mustika inilah Pak Ji menggelar lapak pakaian bekasnya tiap malam. Saat itu beliau belum memiliki kios sehingga menjajakan dagangannya dengan cara ngemper.  Selain di sekitar bioskop Mustika, jika siang hari, beliau menggelar lapaknya di sekitaran Jalan Raya Pare.

Setelah beberapa tahun berbisnis pakaian bekas dan berjualan ngemper, memasuki tahun 80-an Pak Ji meningkatkan komoditas bisnisnya menjadi pakaian baru. Pada tahun-tahun ini juga beliau membeli kios kecil yang berada di dalam Pasar Pamenang Pare. Di sinilah cikal bakal nama Metal yang dibubuhkan di belakang nama Pak Ji lahir.

Di dalam pasar kios-kios berjejer. Satu blok berisi kios pakaian. Ada salah satu kios yang menjadi tempat nongkrong anak-anak muda. Ada yang bermain catur, bercakap atau hanya nongkrong sambil menikmati kebulan asap rokok. Kios tersebut adalah milik Pak Ji. Di sebelah, jarak beberapa kios tapi dalam satu deret, juga ada nama Pak Ji yang lain, untuk membedakan dua nama yang sama tersebut akhirnya masing-masing dibubuhi nama sebutan di belakangnya, yang satu Pak Ji Alim, satunya lagi Pak Ji Metal. Nama Metal berasal dari sebutan orang-orang karena kiosnya adalah tempat nongkrong anak muda saat itu dekat dengan kesan slengekan ,urakan, dan rata-rata pendengar musik-musik cadas. Saat itu orang menyebut anak muda yang seperti ini dengan sebutan anak metal. Jadilah disebut Pak Ji Metal.

Masa keemasan Pak Ji Metal adalah saat memasuki dasawarsa terakhir abad 21. Saat itu tren celana jins telah terendus oleh anak muda Pare. Dan masih sangat sedikit toko pakaian yang berusaha menyediakan barang sesuai dengan tren yang berkembang saat itu, di antara yang sedikit itu adalah Pak Ji Metal. Di tahun-tahun ini, tepatnya tahun 1994, Pak Ji Metal membuka kios baru di Jalan P.B. Sudirman, yang sampai saat ini masih buka.

Celana merek levis 501, Lee Cooper, Sherif, Texas  dan kaos Hani & Roberts (H&R), Fido-Dido, Otto Ono, Hassenda, Poshboy  adalah saksi kejayaan Pak Ji Metal dan tren anak muda saat itu. Selain itu, bagi pecinta sepak bola, juga menjadi tempat favorit untuk berburu kaos bola.

Meskipun Pare adalah kota kecil yang jauh dari ibukota, Pak Ji selalu mampu mengikuti tren berpakaian anak muda yang ada di kota-kota besar. Informasi mengenai tren terbaru ini didapat dari majalah-majalah maupun dengan mengamati yang sedang tren di Surabaya saat itu.

Pak Ji Metal selain nama toko juga telah melekat pada seorang sosok. Beliau tidak hanya dikenal oleh para pelanggannya yang rata-rata anak muda, tapi juga dicintai oleh karyawannya karena mampu membangun hubungan persaudaraan, bukan majikan-buruh. Bahkan beberapa karyawannya ada yang dibukakan toko sendiri sampai dinikahkan.

Pak Ji Metal sebagai seorang sosok, dikenal sangat sederhana. Kemana-mana beliau selalu naik sepeda butut miliknya meskipun mampu membeli motor bahkan mobil. Beliau juga tak segan menyapa siapa pun yang dikenalnya saat ketemu di jalan.

Di mata anak-anaknya, beliau adalah seorang bapak yang luar biasa. Berkat perjuangan dan kegigihannya, beliau mampu menyekolahkan anak-anaknya sampai tuntas, bahkan ada yang sampai menjadi dokter. Kegigihan dan kederhanaannya adalah pelajaran sangat berharga yang tertanam di dalam benak anak-anaknya.

Pak Ji tutup usia tahun 2016 kemarin. Kini kiosnya diteruskan oleh salah seorang anaknya, Mas Kawaja. Banyaknya toko-toko pakaian saat ini menjadi tantangan bagi Mas Kawaja agar kios legendaris ini tetap terus eksis dan mampu bersaing.

Tanpa terasa, hampir dua jam kami mengobrol di depan kios Pak Ji Metal. Tidak hanya ihwal Pak Ji Metal, obrolan juga mengalir mengenai kehidupan di kota kecil ini tahun 80-90an. Mulai dari geng-gengan yang merebak di Pare sekitar akhir 80 sampai 90-an sampai mengais-ngais ingatan mengenai tempat-tempat lawasan di Pare yang masih eksis hingga saat ini. Tentu ini akan menjadi bahan tulisan kami selanjutnya.

Malam semakin meninggi, Mas Kawaja sudah bersiap menutup kios, dan kami pun pamit.

Recommended Articles