Pak Menying: Semangkuk Jenang, Sejuta Cerita

pare, pak menying

Salah satu yang paling dirindukan orang-orang akan Pare adalah tempat-tempat makan dan “njajan” kuliner. Warung-warung sederhana yang membawa nuansa ke-Pare-an. Salah satu warung yang cukup terkenal adalah warung kaki lima dengan rombong bercat biru dan merah dengan tulisan Pak Menying.

Berjualan di sekitar Ringin Budho atau Tamrin sejak medio 90-an membuat namanya sangat akrab bagi sebagian besar warga Pare yang sering melintasi taman ini. Dan konsumen terbesarnya adalah anak-anak sekolahan dengan uang saku pas-pas an yang ingin jajan yang mengenyangkan.

Aneka gorengan, nasi bungkus, dan yang menjadi penanda khas dagangannya adalah jenang atau bubur. Dari semua jajanan itu, ada hal lain yang mungkin menjadi pemikat anak-anak atau orang-orang ingin njajan atau sekedar nongkrong, yakni pembawaan Pak Menying—sang pemilik warung—yang humoris dan akrab.

Jika ada orang yang datang ke warungnya, tak segan beliau mengajak ngobrol sampai panjang lebar.  Mulai dari sekedar basa-basi bertanya tentang tempat tinggal, sampai hal-hal pekerjaan atau sejarah hidupnya. Jika ada seseorang dari luar Pare, tak jarang beliau juga akan menyahut kalau memiliki teman atau kerabat dari daerah tersebut, hal ini menunjukkan betapa luasnya pergaulannya dan kelihaiannya menghidupkan suasana.

jenang dan nasi bungkus Pak Menying
jenang dan nasi bungkus Pak Menying

Dengan rokok kretek di celah jemarinya, kedua pipi kempot saat menghisap rokoknya, candaan-candaan keluar dari mulutnya menemani jajanan-jajanan yang tengah disantap pengunjung warung. Humoris. Begitualah pengakuan beberapa orang yang menjadi pelanggan tetap di warungya. Humoris dan mudah akrab inilah yang mungkin menjadikan warungnya selalu memiliki daya tarik tersendiri.

Terutama bagi anak-anak sekolahan Pare, nama Pak Menying tentu sangat akrab. Di antara  dari mereka mengatakan, “penyelamat perut lapar”, yang lain lagi mengatakan, “tempat bolos andalan”, ada lagi, ”makan sambil jogetan”. Beberapa komentar tersebut menunjukkan betapa Pak Menying mampu menghadirkan suasana nyaman bagi siapa pun yang datang ke warungnya.

Kemarin pagi (Minggu, 7/3/21), sungguh hati ini sangat terkejut. Di grup-grup dan medsos, ramai mengenai kabar kepergian Pak Menying. Sehari sebelumnya, beliau masih berjualan seperti biasanya, kata seoarang teman yang juga berjualan di Tamrin. Sepintas tak ada tanda-tanda yang mencurigakan. Dalam hati, saya berkata, “caramu menyembunyikan masalah yang menjadi beban hidupmu sungguh luar biasa, Pak. Nyaris tidak ada yang menyangka. Tingkat dewa!”. Hal ini membuat kami, yang sedikit-sedikit mengeluh di medsos, merasa sangat malu.

Mulai kemarin, rombong biru-merah itu tidak terparkir lagi di sisi utara Tamrin. Candaan dan suara khasnya tak kan terdengar lagi. Tapi bagi siapa pun yang pernah mampir ke warung Pak Menying, menikmati semangkuk jenang dan nasi bungkus, pasti akan selalu mengenang sejuta cerita tentangnya.

Dan akhirnya hanya do’a-do’a yang bisa kami terbangkan untukmu, Pak.  Terima kasih atas ceritamu, semoga bahagia di sana!

Selamat Jalan The Living Legend, Pak Menying!

Recommended Articles