Setiap dari mereka memiliki cara sendiri untuk menceritakan sebuah peristiwa. Mulai peristiwa yang lucu sampai dengan peristiwa memilukan. Mulai dari cerita yang menusuk ulu hati sampai cerita-cerita yang membuat perut tergelitik gelak tawa, semua pasti memiliki cara dan bentuknya sendiri. Inilah salah satu dari sebagian banyak lainnya tentang tutur atau tuturan. Bahasa tutur dapat terjadi dimana saja. Ketika kalian berhadapan dengan seseorang dan menceritakan hal-hal yang secara terknis dilakukan oleh mulut dan mengelurakan beberapa kalimat, atau bahkan lebih dari satu paragrap bila diumpakan dalam bentuk tulisan. Intinya Bahasa tutur adalah Bahasa lisan.
Hal ini akan berbeda dengan tradisi lisan, budaya lisan, dan adat lisan. Dalam pengertiannya merupakan Bahasa tutur yang disampaikan secara-turun temurun dari generasi ke generasi dengan mengandung pesan serta kesaksian. Biasanya, tradisi lisan tersebut disampaikan dalam bentuk pidato, cerama, cerita nasihat, dan banyak lainnya. Secara tidak sadar, tradisi lisan ini mulai jarang dijumpai dalam kehidupan masyarakat. Padahal bila dicermati, tradisi lisan dapat membangun karakter pada anak. Ia dapat menyerap berbagai inti sari dari cerita atau dongeng yang didengar. Misalnya teladan pada tokoh dongeng, atau peristiwa yang dapat membuat sebuah renungan lelaku. Banyak sekali yang dapat diserap dari sebuah cerita.
Saya dilahirkan dari keluarga yang sangat ringan untuk bercerita. Mulai dari cerita tentang ilmu kehidupan sampai dengan cerita-cerita perihal kakek nenek terdahulu. Saya cukup beruntung mendapatkan cerita-cerita tersebut karena banyak sekali hal apa yang kita tidak ketahui dimasa lampau. Bahkan, semangat dari kumpulan cerita tersebut mendorong untuk merunut arus supaya kelak tidak hilang dan dapat saya ceritakan kembali pada anak atau kalau beruntung kepada cucu. Dari merunut silsilah itu kita dapat semakin dalam memahami diri kita sesungguhnya. Siapa tahu bisa menjadi salah satu keturuan dari Aria Gajah Mada, siapa tahu kan namanya juga mencari meski kemungkinannya nol persen.
Indonesia memilik banyak sekali tradisi lisan (Oral Literature). Tradisi lisannya terangkum banyak di buku-buku berseri dan bahkan masuk pada kurikulum Pendidikan sekolah. Tentu ini membuktikan bahwa tradisi lisan tidak hanya untuk hiburan semata. Pada sebuah jurnal kajian yang ditulis Ananda (2017), dalam tradisi lisan Dendang Pauah misalnya, selain menjadi fungsi utama dari hiburan ternyata juga terdapat fungsi-fungsi lainnya. Tradisi itu dapat menjadi alat Pendidikan, pengesah kebudayaan, dan menjadi proyeksi di masa mendatang. Menjadikan sebuah refleksi tentang sesuatu yang akan terjadi di masa berikutnya.
Tradisi lisan di Kediri pun begitu banyak. Cerita Panji yang digadang-gadang juga memiliki fungsinya sendiri. Dapat juga digunakan sebagai semangat masyarakat Kediri. Tapi, seberapa banyak masyarakat Kediri mengetahui cerita-cerita tersebut. Beberapa cerita rakyat yang populer seperti cerita Keong Emas, Ande-ande Lumut, Cinde Laras, Enthit, Golek Kencana. Bila ditanya seberapa jauh kita tahu tentang nama Dewi Sekartaji atau Dewi Kilisuci, apakah akan menjawab itu sekedar taman sejuk? Tentu tidak! Bermacam-macam peristiwa yang terjadi di balik nama-nama tersebut. Meski tidak diketahui secara jelas dari mana asal usul cerita Panji, namun dengan melihat karakter cerita bahwa para pujangga mulai merangkai karya sastra dengan cerita yang tidak lagi India-sentris, melainkan bernafaskan kehidupan lokal Jawa.
Warisan ini banyak menyimpan kearifan lokal, kebijakan, filosofi hidup yang terekspresikan dalam bentuk mantera, pepatah-petitih, pertunjukan, dan upacara adat. Setiap ekspresi menyimpan identitas daerah. Kecamatan Pare misalnya, membawahi satu kelurahan dan sepuluh desa. Desa Tulungrejo, Desa Tertek, Desa Gedangsewu, Desa Pelem, Desa Bendo, Desa Darungan, Desa Sumberbendo, Desa Sambirejo, Desa Parerejo, dan Desa Sidorejo. Apa yang ada dalam benak bila membaca nama desa-desa diatas? Ya, dari mana nama-nama itu berasal. Kota Pare identik dengan Kampung Bahasa. Ya memang, tapi lebih jauh dari itu kita akan menemukan sesuatu yang sangat kaya akan cerita-cerita. Bisa kita bayangkan cerita sekitar tahun 1700 terjadi Pemberontakan Trunojoyo terhadap Amangkurat II dan Pare sebagai tempat peristirahatannya. Lebih jauh lagi cerita sekitar tahun 1298 pasukan Tartar Cina yang dipimpin Jenderal Meng Chi membuka kemah di Kota Pare sebelum menyerang Raja Singhasari Kertanegara. Hari ini pun masih menemukan istilah ethan, kulon, lor, kidul dan empat mata angin lainnya
Menjadi masalah bila tradisi tutur di masyarakat berangsur menghilang. Cerita-cerita yang dapat membangung karakter tangguh anak-anak. Pada sebuah ruang diskusi, saya pernah menanyakan tentang cerita Ande-ande Lumut kepada peserta. Saya menanyakan darimanakah asal cerita Ande-ande Lumut. Ada seorang yang mengangkat tanganya dan menjawab dengan lantang,
”Dari Palembang!”
Sontak saya jawab,
“Itu Pempek bukan Onde-onde!”
___________________________
Oleh: Rifky Yanuar
Penulis adalah pegiat literasi FTBM Kabupaten Kediri.